Asal Usul Ilmu Feng Shui / Hong Sui
Berbicara
soal asal usul Feng Shui / Hong Sui (seterusnya akan ditulis: Hong
Sui), tak bisa tidak, haruslah membicarakan I Ching (Ya Keng) terlebih
dahulu. Karena Hong Sui merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari
I Ching / Ya Keng, yaitu sebuah Kitab Kuno China yang sangat
termashyur, yang berisi tentang pelajaran Hakekat Perubahan dan dewasa
ini telah banyak dialihbahasakan ke berbagai bahasa mancanegara.
Kombinasi Pergerakan Pa Kua / Pat Kwa (Delapan Trigram),
Perpaduan Yin & Yang serta transformasi Wu Xing / Ngo Heng (Lima
Elemen) merupakan komponen inti yang dipakai dan dikembangkan
sedemikian rupa untuk bisa mendalami filsafat I Ching / Ya Keng dan
semua komponennya itulah yang juga menjadi bagian mendasar perhitungan
Hong Sui.
Kitab Perubahan (I Ching/Ya Keng) merupakan salah satu kitab kuno
China yang mengungkapkan tentang prinsip kebenaran tentang perubahan
yang mencakup aspek perubahan alam dengan segala isinya, termasuk
manusia tentunya..
I Ching / Ya Keng adalah karya klasik China yang paling kuno dan
terkenal, dimuliakan selama ribuan tahun sebagai tuntunan keberhasilan
dan sumber kebijakan. Hampir semua filsafat kehidupan China berakar
dari kitab ini. Sebut saja, hakekat kegaiban pragmatis Tao Te Ching
(Tao Tek Keng), kemanusiaan rasional Confucuis, dan strategi analitis
dari seni berperang Sun Tzu bersumber utama dari Kitab Perubahan (I
Ching/Ya Keng) ini.
Konsep dasar I Ching / Ya Keng dikembangkan lebih dari 4900 tahun
yang lalu oleh Raja Fu Xi / Baginda Hok Hie (2953 SM - 2838 SM) yang
karena pengamatannya yang cermat dan seksama terhadap segala perubahan
alam & bentuk-bentuk kehidupan termasuk setiap gerakan tubuh,
menyimpulkan bahwa semua pergerakan / perubahan di alam semesta dengan
segala isinya berubah mengikuti hukum kehidupan ( Hukum Alam / Li ).
Dari hasil pengamatan & penelitiannya, - terutama setelah Fu
Xi melihat ukiran peta di punggung Kuda Naga yang muncul dari Sungai
Kuning - kemudian ditemukanlah konsep Delapan Trigram (Pa Kua / Pat
Kwa) yang kemudian dikenal dengan Sien Thien Pa Kua / Sian Thian Pat
Kwa atau PETA SURGAWI (Pat-kwa Awal). Sesuai dengan sebutannya, awalnya
Pat-kwa ini lebih cenderung dipakai sebagai alat untuk menghitung /
memprediksikan perubahan dan fenomena yang terjadi di alam ini.
Trigram ini kemudian dibukukan oleh Pangeran Wen Wang / Bun Ong (
yang kemudian menjadi pendiri Dinasti Chou / Chiu ,1150-249 SM ) yang
menyusunnya dalam bentuk Ho Thien Pa Kua / Ho Thian Pat Kwa atau PETA
MANUSIAWI (Pat-kwa Lanjutan), lengkap dengan 64 Heragram ( 64
Permutasi )nya. Kuta-kura raksasa hitam yang muncul di Sungai Lo
dengan angka ajaib di punggungnya - yang kemudian dikenal sebagai Peta
Lo Shu - adalah sumber inspirasi utama yang mempengaruhi konsep PETA
MANUSIAWI., maka dimulailah era dimana Pat-kwa dipakai sebagai alat
memprediksi perubahan tingkah pola kehidupan manusia.
Selanjutnya Khong Fu Zi / Khong Hu Cu (551-479 SM) menyempurnakan
isi Kitab I Ching / Ya Keng ini dengan menambahkan Sepuluh Sayap I
Cing / Ya Keng sebagai tafsir penjelasan dan mengembangkannya secara
khusus sebagai sumber penghayatan hidup dan pendalaman kespiritualan (
moralitas dan kebijaksanaan ).
Kaisar Qin Shi Huang Ti / Chin Se Hong Te (221-206 SM), pendiri
Dinasti Qin / Chiu, yang berkuasa dengan singkat (hanya 13 tahun), tapi
merupakan Kaisar lalim yang berkuasa dengan tangan besi, berhasil
menyatukan China kembali setelah porak poranda karena perang campuh di
akhir Dinasti Chou / Chiu. Kaisar inilah yang meninggalkan karya
sejarah spektakuler, berupa dua buah keajaiban dunia, yaitu Tembok
Besar China ( Great Wall ) dan Terracota. Karena kelalimannya, kaisar
ini pun memerintahkan untuk memusnahkan semua kitab-kitab yang tidak
sesuai dengan misi kekaisaran Qin / Chin. I Ching / Ya Keng termasuk
salah satu dari sedikit kitab yang berhasil diselamatkan
.
Di jaman dinasti Han ( dinasti yang berkuasa setelah Qin / Chin
runtuh ) tercapai suatu pemerintahan yang rapih & tertib, semuanya
teratur dengan baik. Di jaman ini I Ching / Ya Keng dikembangluaskan
dan dipandang sebagai buku etika & metafisika disamping juga
sebagai buku ramalan. Ajaran Khong Hu Cu pun naik daun bahkan dijadikan
sebagai agama resmi negara dengan Lima Kitab Pegangan (Wu Ching / Ngo
Heng) dimana salah satunya adalah I Ching / Ya Keng.
Di jaman kejayaan Dinasti Han inilah, dibangun perlintasan Jalur
Sutra yang sangat ramai dipakai sebagai jalur lalu lintas darat waktu
itu, sebuah jalur untuk perdagangan luar negeri, yang menghubungkan
China , India, Turki bahkan sampai ke Afganistan (makanya di
Afganistan, yang praktis muslim, sempat ada 2 buah Patung Buddha nomor 2
tertinggi didunia, yang di hancurkan oleh Penguasa Taliban pada
dasawarsa yang lalu).
Jalur Sutra ini pulalah yang dipakai oleh para Bhikku / Bhiksu
dari India masuk ke Daratan China membawa dan memperkenalkan Agama
Buddha ke China, yang akhirnya agama ini membaur dengan agama pribumi
di China yaitu agama Tao dan Khong Hu Cu , kemudian berkembang kembali
keluar dari China sebagai agama Chinese Buddhism ( agama Hoa Kao /
agama Sam Kao, yang di Indonesia lebih dikenal sebagai agama Kelenteng )
, dibawa oleh para Hoa-jiao / Hoa-kiao ( kaum Tiong-hoa perantauan ).
Selama Dinasti Han, I Ching / Ya Keng dikembangkan secara resmi
dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum pendidikan waktu
itu, bahkan dijadikan sebagai pelajaran wajib yang harus dikuasai
oleh para Siu-cai ( Sarjana, red ) saat mengikuti ujian tingkat
nasional kala itu. Kemudian berkembang jugalah I Ching / Ya Keng versi
Buddhis dan Taoisme. Perpaduan pengembangan ini akhirnya menghasilkan
teks standar I Ching / Ya Keng. Teks standar inilah akhirnya
dijadikan standar para ilmuwan dunia dalam menelaah dan mempelajari I
Ching / Ya Keng. Teks standar ini pulalah yang disusun dijaman Dinasti
Tang pada lebih kurang Abad ke 7 Masehi, yang akhirnya memunculkan
Ilmu Hong Sui.
Pada zaman Dinasti Tang, praktek Hong Sui mulai diperkenalkan di
China oleh Yang Yun Sang (sekitar 840-888 M) seorang Ahli Seni China
Kuno waktu itu. Yang Yun Sang yang juga penasehat utama Kaisar Hi Tsang
(888 M) - secara umum ia diakui sebagai Penemu Ilmu Hong Sui -
meninggalkan warisan klasiknya berupa 3 (tiga) buah buku tentang Hong
Sui. Bukunya, akhirnya selama beberapa generasi dikembangkan menjadi
dasar-dasar ilmu Hong Sui, dan dikenal sebagai Hong Sui Aliran Bentuk
yang mengacu pada penentuan letak Naga Hijau dan Macan Putih sebagai
faktor penentu kedudukan Nafas Kosmis ( Qi / Chi / Energi Vital /
Energi Pembawa Keberuntungan ).
Ketiga buku klasik yang terkenal ini, menggambarkan praktek Hong
Sui dengan metode perhitungan melaui metafora keberadaan Sosok Naga
(yang dipercaya kalangan Tionghoa klasik sebagai lambang
keberuntungan), terdiri atas :
1. Han Lung Ching ( Seni Membangkitkan Naga )
2. Ching Nang Ao Chih ( Metode Menentukan Letak Goa Naga )
3. I Lung Ching ( Prinsip Mendekati Naga )
Selanjutnya, Wang Zhi seorang Ahli Perbintangan yang hidup di
jaman Dinasti Sung (? 960 M), memperkenalkan Hong Sui Aliran Kompas
yang menekankan pada pengaruh planet terhadap kualitas baik buruknya
suatu tempat / lahan / lokasi / bangunan. Wang Zhi juga meninggalkan
warisan klasik berupa 2 (dua) buah buku Hong Sui yang kemudian
diterbitkan oleh muridnya, Ye Shui Liang, berjudul :
1. Prinsip Inti atau Pusat (Canon of the Core or Centre)
2. Diskusi tentang Pertanyaan dan Jawaban.
(Disquisitions on the Queries and Answers)
Kemudian pada akhir abad ke 19, memasuki awal abad ke 20, kedua
aliran yang tadinya berjalan sendiri-sendiri ini, berhasil digabungkan
menjadi satu prinsip perhitungan Hong Sui yang saling mengisi dan
berkaitan. Gabungan dari Aliran Bentuk dan Aliran Kompas inilah yang
akhirnya terus dianalisa, dipelajari dan diperbandingkan dari generasi
ke generasi.
Pada umumnya, Aliran Bentuk memberi tekanan pada bentuk dan
kontur tanah seperti wujud gunung-gunung, arah aliran sungai serta
pengaruh dari letak garis Maca Naganya. Untuk mengamatinya membutuhkan
pandangan intuisi yang tajam. Aliran ini menggunakan rumus perhitungan
Naga Hijau dan Macan Putih sebagai tolok ukurnya. Meskipun teori
simbol Naga Hijau & Macan Putih relatif mudah dipahami, tapi
kenyataannya aliran ini sangat sulit dipraktekkan.
Lain halnya dengan Aliran Kompas, metodenya sulit untuk
dipelajari karena mencakup Pa Kua / Pat Kwa, Yin Yang dan Lima Elemen
yang terbagi dalam Sepuluh Batang Langit ( 10 Elemen Langit ) dan Dua
Belas Cabang Bumi ( 12 Shio ) serta Konstelasi Perbintangan yang
ditimbulkan dari posisi letak planet-planet terhadap Bumi dan Matahari.
Metode perhitungannya menjadi ruwet & menjelimet, membuat
perumusannya menjadi sulit untuk dipahami. Tapi, jika metode aliran ini
sudah dipahami, mempraktekkannya malah lebih mudah ketimbang Aliran
Bentuk, karena metode Aliran Kompas ini memiliki standar acuan yang baku
dan bersifat matematis ilmiah yang bisa dijabar-uraikan secara rinci
dan logis.
Namun pada perkembangannya kini, banyak juga para praktisi Hong
Sui yang tergolong masuk aliran baru yang pada prakteknya hampir tidak
mengacu pada kedua aliran induk diatas, yaitu Aliran Supranatural (
diistilahkan sendiri oleh penulis-red ) yang merupakan suatu aliran
yang semata-mata hanya mengandalkan pada pentunjuk Sin Beng / Malaikat /
Roh Halus tertentu atau Melalui Kekuatan Gaib / Mata Bathin ( Daya
Linuwih ).
Praktisi Hong Sui yang tergolong dalam aliran ini biasanya
dikenal sebagai paranormal. Yang unik dari pengikut aliran ini adalah
di samping mereka memiliki daya limuwih, praktisi Hong Sui tersebut ada
juga yang sedikit mempelajari teori Aliran Bentuk & Aliran Kompas
dan kemudian menyelaraskan intuisi ke paranormalannya itu dengan
akidah dari kedua aliran Hong Sui ini.[Suhu Tan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar