FAKTA-FAKTA ILMIAH TENTANG KISAH RAMAYANA
Ternyata
sudah banyak peradaban modern sebelum masa kita sekarang. Masa sebelum
4000 SM yang dianggap sebagai masa pra sejarah dengan peradaban
Sumeria sebagai peradaban tertua didunia ternyata dianggap salah. Adanya
Teori Atlantis, Lemuria, kini makin diperkuat dengan bukti tertulis
seperti percakapan Plato mengenai dialog Solon dan pendeta Mesir kuno
mengenai Atlantis.
Naskah kuno Hinduisme mengenai Ramayana dan dinastinya, Bharatayudha
dan kerajaan Hastinapura, bahkan bukti arkeologi mengenai peradaban
Monhenjo-Daroo yang berhasil ditemukan di Pakistan utara, Easter Island
dan Pyramid Mesir maupun Amerika Selatan sedikitnya juga telah
menunjukkan bahwa memang telah ada peradaban modern di masa ribuan atau
bahkan jutaan tahun sebelum era Masehi.
Dinasti Rama
Dinasti
Rama diperkirakan berkuasa di bagian Utara India – Pakistan – Tibet
hingga Asia Tengah pada tahun 30.000 SM hingga 15.000 SM. Beberapa
naskah Wedha dan Jain yang antara lain mengenai Ramayana dan
Mahabharata ternyata memuat bukti historis maupun gambaran teknologi
dari Dinasti Rama yang diyakini pernah mengalami zaman keemasan dengan
tujuh kota utamanya “Seven Rishi City” yang salah satunya adalah Mohenjo Daroo (Pakistan Utara).
Beberapa kemajuan peradaban masa lalu:
- Atlantis dan Dinasti Rama pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan antara 30.000-15.000 SM.
- Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir.
- Keduanya memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis).
- Penduduk Atlantis memiliki sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), sesuai naskah Plato.
- Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City) dengan ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan adalah Mohenjo-Daroo.
- Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai puncaknya dengan perang yang menggunakan senjata nuklir.
- Para ahli menemukan bahwa pada puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir skala besar.
- Dalam sebuah seloka mengenai Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini.
- Beberapa Seloka dalam kitab Wedha dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari “wahana terbang” yang disebut ‘”Vimana” yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini.
- Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu Piramid di Mesir dan Amerika Selatan.
Singkatnya
segala penyelidikan diatas berusaha menyatakan bahwa umat manusia
pernah maju dalam peradaban Atlantis dan Rama. Bahkan jauh sebelum 4000
SM manusia pernah memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan
tetapi zaman keemasan tersebut berakhir akibat perang nuklir yang
dahsyat pula. Hingga pada masa sesudahnya, manusia sempat kembali ke
zaman primitif yang kemudian berakhir dengan munculnya peradaban
Sumeria sekitar 4000 SM atau 6000 tahun yang lalu.
# Penemuan jembatan Ramayana (Sri Rama Bridge)
Semua
kisah tentang perjalanan hidup manusia kera dan Rama, terangkum dalam
kitab suci Ramayana yang ditulis oleh pendeta Walmiki untuk mengenang
kisah kepahlawanan Hanuman dan perjuangan cinta Sri Rama terhadap
istrinya Dewi Sinta. Di dalam cerita Ramayana tersebutlah kisah
bahwa ia hendak menyelamatkan istrinya “Dewi Sinta” yang diculik oleh
Rahwana dan dibawa ke negeri Alengka. Saat Rama dan adiknya Lasmana
beserta para tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, mereka harus
berhenti karena terhalang oleh luasnya laut yang membentang didepan.
Sri
Rama dan pemimpin wanara lainnya akhirnya harus berunding untuk
memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya
bisa terbang. Keputusannya Rama menggelar suatu upacara di tepi laut
untuk memohon bantuan dari Dewa Baruna. Selama tiga hari Rama berdo’a
namun tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis, kemudian ia
mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan.
Melihat
laut akan binasa, Dewa Baruna datang menemui Rama dan meminta maaf
atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat
jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman
lautan. Nila pun ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut.
Dibantu
panglima kera Hanuman dan jutaan pasukan kera dari Raja Sugriwa, Sri
Rama mengurug (menimbun) lautan dengan batu karang dan membangun
jembatan selama bertahun tahun. Jembatan ini dibangun dengan menggunakan
batu dan pasir apung, namun para Dewa mengatakan dikemudian hari
batuan tersebut akan menancap ke dasar laut, yang akhirnya menciptakan
rangkaian batu karang. Setelah bekerja dengan giat, jembatan tersebut
terselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan diberi nama
“Situbanda”. (Apa hubungan dengan wilayah di Jawa Timur yang bernama
Situbondo?). Kemudian berkat jembatan inilah pasukan Rama akhirnya
berhasil menyeberang dan menaklukan kerajaan Alengka serta merebut Dewi
Sinta dari Rahwana.
Begitulah singkat cerita tentang Kisah Ramayana,
benar atau tidaknya masih dalam tahap penyelidikan. Namun belakang ini
banyak bukti-bukti yang mengarah pada pembenaran akan kisah tersebut,
diantaranya telah ditemukannya sebuah jembatan yang sangat unik di
selat Palk antara India dan Srilangka. Jembatan misterius ini telah
menghubungkan dua buah daratan yaitu antara Manand Island (Srilanka)
dan Pamban Island (India). Sehingga ini pun dianggap sebagai bukti
adanya jebatan dalam kisah Ramayana tersebut.
Jembatan
yang satu ini memang unik da sangat jauh berbeda dengan
jembatan-jembatan lain di dunia. Keberadaannya tidak di darat melainkan
di bawah air laut sekitar 1.5 meter. Keberadaan jembatan ini baru akan
nyata bila air laut sedang surut, khususnya tatkala bulan sedang tidak
bersinar. Saat bulan tidak bersinar air laut akan surut dan jembatan
ini bisa dilihat dengan mata telanjang. Tapi bila sedang bulan purnama
penuh, air akan meninggi dan gelombang laut jadi besar sehingga
jembatan sulit dilihat. Sehingga sering disebut sebagai “Mysterious Places in the World’s“
Konstruksinya
akan tampak lebih nyata bila kita lihat dari udara. Jembatan yang
panjangnya 18 mil atau sekitar 30 km dengan lebar hampir 100 m ini
tampak meliuk seperti seekor ular.
Berikut adalah foto-foto Sri Rama Bridge hasil pantauan NASA:
NASA
(badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto
jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh
terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari
tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu
sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada
tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai
sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot
tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang
yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan
batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot
timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton
setiap baloknya.
Dirjen
Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia
terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini
terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan
bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan
jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama
Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan
masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB
memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti
lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak
awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak
kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih
mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian
penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama,
menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia
jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari
pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti
perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan
kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu
secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku
sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi
bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari
berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang
dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya
arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi
sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak
terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan
yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang
cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam
dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang
rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh
hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama
berabad-abad.
Dalam
kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama membutuhkan bantuan jutaan
ekor kera untuk mengangkut batu dan mengurug lautan. Bila melihat
postur kera seperti sekarang, agak sulit diterima akal bila mahluk itu
mampu berkolaborasi dengan manusia yang notabene jumlahnya saat itu
masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu datang dari Sugriwa, raja kera
yang tengah berseteru dengan saudaranya Subali. Setelah ada
kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta Sugriwa dari Subali.
Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama membangun jembatan
penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian
dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli
antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama
yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya
yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa
kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama
dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari
hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa
kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke
Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi,
yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan
waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”,
dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup
lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada
komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan
kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya
(Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar
60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia
juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung
Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan
peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal
itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih
tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin
jembatan purba ini (Sri Rama Bridge)
dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun
silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang
menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka
bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum
kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es
di Kutub Utara.
Data
terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal
umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut.
Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu
mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh
lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini
menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio
isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia
jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut
DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University
Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini
sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru,
terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 –
2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu
Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu
masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya
yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa
Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan
Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang
menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara
1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar
terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai
sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah
mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia
(Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan
budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa
dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya
kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge)
ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan
Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos
klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang
keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun
sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India
berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu
tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia
mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan
dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar
Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika
Serikat.
Berbicara
di Bali-India Foundation, dalam konperensi pemanasan global di Nusa
Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak
keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di
seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan
peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh
dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem
biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia
juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini
tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak
suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia.
Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu.
Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan
umat dunia”
NASA
(badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto
jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh
terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari
tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu
sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada
tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai
sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot
tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang
yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan
batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot
timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton
setiap baloknya.
Dirjen
Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia
terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini
terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan
bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan
jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama
Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan
masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB
memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti
lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak
awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak
kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih
mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian
penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama,
menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia
jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari
pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti
perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan
kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu
secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku
sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi
bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari
berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang
dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya
arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi
sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak
terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan
yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang
cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam
dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang
rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh
hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama
berabad-abad.
Dalam kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama
membutuhkan bantuan jutaan ekor kera untuk mengangkut batu dan
mengurug lautan. Bila melihat postur kera seperti sekarang, agak sulit
diterima akal bila mahluk itu mampu berkolaborasi dengan manusia yang
notabene jumlahnya saat itu masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu
datang dari Sugriwa, raja kera yang tengah berseteru dengan saudaranya
Subali. Setelah ada kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta
Sugriwa dari Subali. Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama
membangun jembatan penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian
dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli
antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama
yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya
yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa
kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama
dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari
hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa
kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke
Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi,
yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan
waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”,
dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup
lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada
komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan
kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya
(Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar
60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia
juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung
Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan
peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal
itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih
tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin
jembatan purba ini (Sri Rama Bridge)
dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun
silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang
menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka
bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum
kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es
di Kutub Utara.
Data
terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal
umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut.
Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu
mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh
lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini
menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio
isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia
jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut
DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University
Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini
sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru,
terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 –
2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu
Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu
masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya
yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa
Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan
Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang
menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara
1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar
terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai
sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah
mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia
(Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan
budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa
dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya
kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge)
ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan
Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos
klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang
keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun
sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India
berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu
tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia
mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan
dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar
Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika
Serikat.
Berbicara
di Bali-India Foundation, dalam konperensi pemanasan global di Nusa
Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak
keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di
seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan
peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh
dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem
biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia
juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini
tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak
suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia.
Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu.
Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan
umat dunia”
NASA
(badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto
jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh
terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari
tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu
sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada
tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai
sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot
tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang
yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan
batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot
timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton
setiap baloknya.
Dirjen
Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia
terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini
terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan
bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan
jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama
Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan
masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB
memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti
lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak
awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak
kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih
mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian
penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama,
menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia
jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari
pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti
perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan
kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu
secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku
sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi
bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari
berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang
dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya
arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi
sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak
terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan
yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang
cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam
dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang
rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh
hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama
berabad-abad.
Dalam
kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama membutuhkan bantuan jutaan
ekor kera untuk mengangkut batu dan mengurug lautan. Bila melihat
postur kera seperti sekarang, agak sulit diterima akal bila mahluk itu
mampu berkolaborasi dengan manusia yang notabene jumlahnya saat itu
masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu datang dari Sugriwa, raja kera
yang tengah berseteru dengan saudaranya Subali. Setelah ada
kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta Sugriwa dari Subali.
Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama membangun jembatan
penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian
dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli
antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama
yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya
yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa
kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama
dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari
hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa
kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke
Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi,
yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan
waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”,
dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup
lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada
komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan
kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya
(Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar
60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia
juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung
Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan
peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal
itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih
tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin
jembatan purba ini (Sri Rama Bridge)
dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun
silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang
menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka
bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum
kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es
di Kutub Utara.
Data
terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal
umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut.
Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu
mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh
lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini
menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio
isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia
jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut
DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University
Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini
sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru,
terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 –
2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu
Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu
masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya
yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa
Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan
Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang
menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara
1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar
terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai
sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah
mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia
(Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan
budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa
dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya
kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge)
ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan
Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos
klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang
keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun
sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India
berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu
tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia
mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan
dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar
Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika
Serikat.
Berbicara
di Bali-India Foundation, dalam konperensi pemanasan global di Nusa
Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak
keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di
seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan
peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh
dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem
biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia
juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini
tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak
suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia.
Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu.
Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan
umat dunia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar