Total Tayangan Halaman

Minggu, 11 November 2012

FAKTA-FAKTA ILMIAH TENTANG KISAH RAMAYANA





Ternyata sudah banyak peradaban modern sebelum masa kita sekarang. Masa sebelum 4000 SM yang dianggap sebagai masa pra sejarah dengan peradaban Sumeria sebagai peradaban tertua didunia ternyata dianggap salah. Adanya Teori Atlantis, Lemuria, kini makin diperkuat dengan bukti tertulis seperti percakapan Plato mengenai dialog Solon dan pendeta Mesir kuno mengenai Atlantis.
Naskah kuno Hinduisme mengenai Ramayana dan dinastinya, Bharatayudha dan kerajaan Hastinapura, bahkan bukti arkeologi mengenai peradaban Monhenjo-Daroo yang berhasil ditemukan di Pakistan utara, Easter Island dan Pyramid Mesir maupun Amerika Selatan sedikitnya juga telah menunjukkan bahwa memang telah ada peradaban modern di masa ribuan atau bahkan jutaan tahun sebelum era Masehi.
Dinasti Rama
Dinasti Rama diperkirakan berkuasa di bagian Utara India – Pakistan – Tibet hingga Asia Tengah pada tahun 30.000 SM hingga 15.000 SM. Beberapa naskah Wedha dan Jain yang antara lain mengenai Ramayana dan Mahabharata ternyata memuat bukti historis maupun gambaran teknologi dari Dinasti Rama yang diyakini pernah mengalami zaman keemasan dengan tujuh kota utamanya “Seven Rishi City” yang salah satunya adalah Mohenjo Daroo (Pakistan Utara).
Beberapa kemajuan peradaban masa lalu:
  1. Atlantis dan Dinasti Rama pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan antara 30.000-15.000 SM.
  2. Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir.
  3. Keduanya memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis).
  4. Penduduk Atlantis memiliki sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), sesuai naskah Plato.
  5. Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City) dengan ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan adalah Mohenjo-Daroo.
  6. Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai puncaknya dengan perang yang menggunakan senjata nuklir.
  7. Para ahli menemukan bahwa pada puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir skala besar.
  8. Dalam sebuah seloka mengenai Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini.
  9. Beberapa Seloka dalam kitab Wedha dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari “wahana terbang” yang disebut ‘”Vimana” yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini.
  10. Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu Piramid di Mesir dan Amerika Selatan.
Singkatnya segala penyelidikan diatas berusaha menyatakan bahwa umat manusia pernah maju dalam peradaban Atlantis dan Rama. Bahkan jauh sebelum 4000 SM manusia pernah memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan tetapi zaman keemasan tersebut berakhir akibat perang nuklir yang dahsyat pula. Hingga pada masa sesudahnya, manusia sempat kembali ke zaman primitif yang kemudian berakhir dengan munculnya peradaban Sumeria sekitar 4000 SM atau 6000 tahun yang lalu.
#  Penemuan jembatan Ramayana (Sri Rama Bridge)
Semua kisah tentang perjalanan hidup manusia kera dan Rama, terangkum dalam kitab suci Ramayana yang ditulis oleh pendeta Walmiki untuk mengenang kisah kepahlawanan Hanuman dan perjuangan cinta Sri Rama terhadap istrinya Dewi Sinta. Di dalam cerita Ramayana tersebutlah kisah bahwa ia hendak menyelamatkan istrinya “Dewi Sinta” yang diculik oleh Rahwana dan dibawa ke negeri Alengka. Saat Rama dan adiknya Lasmana beserta para tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, mereka harus berhenti karena terhalang oleh luasnya laut yang membentang didepan.
Sri Rama dan pemimpin wanara lainnya akhirnya harus berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Keputusannya Rama menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan dari Dewa Baruna. Selama tiga hari Rama berdo’a namun tidak mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis, kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan.
Melihat laut akan binasa, Dewa Baruna datang menemui Rama dan meminta maaf atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat jembatan besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan. Nila pun ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut.
Dibantu panglima kera Hanuman dan jutaan pasukan kera dari Raja Sugriwa, Sri Rama mengurug (menimbun) lautan dengan batu karang dan membangun jembatan selama bertahun tahun. Jembatan ini dibangun dengan menggunakan batu dan pasir apung, namun para Dewa mengatakan dikemudian hari batuan tersebut akan menancap ke dasar laut, yang akhirnya menciptakan rangkaian batu karang. Setelah bekerja dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan diberi nama “Situbanda”. (Apa hubungan dengan wilayah di Jawa Timur yang bernama Situbondo?). Kemudian berkat jembatan inilah pasukan Rama akhirnya berhasil menyeberang dan menaklukan kerajaan Alengka serta merebut Dewi Sinta dari Rahwana.
Begitulah singkat cerita tentang Kisah Ramayana, benar atau tidaknya masih dalam tahap penyelidikan. Namun belakang ini banyak bukti-bukti yang mengarah pada pembenaran akan kisah tersebut, diantaranya telah ditemukannya sebuah jembatan yang sangat unik di selat Palk antara India dan Srilangka. Jembatan misterius ini telah menghubungkan dua buah daratan yaitu antara Manand Island (Srilanka) dan Pamban Island (India). Sehingga ini pun dianggap sebagai bukti adanya jebatan dalam kisah Ramayana tersebut.
Jembatan yang satu ini memang unik da sangat jauh berbeda dengan jembatan-jembatan lain di dunia. Keberadaannya tidak di darat melainkan di bawah air laut sekitar 1.5 meter. Keberadaan jembatan ini baru akan nyata bila air laut sedang surut, khususnya tatkala bulan sedang tidak bersinar. Saat bulan tidak bersinar air laut akan surut dan jembatan ini bisa dilihat dengan mata telanjang. Tapi bila sedang bulan purnama penuh, air akan meninggi dan gelombang laut jadi besar sehingga jembatan sulit dilihat. Sehingga sering disebut sebagai “Mysterious Places in the World’s
Konstruksinya akan tampak lebih nyata bila kita lihat dari udara. Jembatan yang panjangnya 18 mil atau sekitar 30 km dengan lebar hampir 100 m ini tampak meliuk seperti seekor ular.
Berikut adalah foto-foto Sri Rama Bridge hasil pantauan NASA:
NASA (badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton setiap baloknya.
Dirjen Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama, menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama berabad-abad.
Dalam kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama membutuhkan bantuan jutaan ekor kera untuk mengangkut batu dan mengurug lautan. Bila melihat postur kera seperti sekarang, agak sulit diterima akal bila mahluk itu mampu berkolaborasi dengan manusia yang notabene jumlahnya saat itu masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu datang dari Sugriwa, raja kera yang tengah berseteru dengan saudaranya Subali. Setelah ada kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta Sugriwa dari Subali. Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama membangun jembatan penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi, yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga  pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”, dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya (Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar 60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin jembatan purba ini  (Sri Rama Bridge) dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es di Kutub Utara.
Data terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut. Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru, terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 – 2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara 1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia (Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge) ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika Serikat.
Berbicara di Bali-India Foundation, dalam  konperensi pemanasan global di Nusa Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia. Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu. Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan umat dunia”
NASA (badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton setiap baloknya.
Dirjen Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama, menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama berabad-abad.
Dalam kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama membutuhkan bantuan jutaan ekor kera untuk mengangkut batu dan mengurug lautan. Bila melihat postur kera seperti sekarang, agak sulit diterima akal bila mahluk itu mampu berkolaborasi dengan manusia yang notabene jumlahnya saat itu masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu datang dari Sugriwa, raja kera yang tengah berseteru dengan saudaranya Subali. Setelah ada kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta Sugriwa dari Subali. Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama membangun jembatan penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi, yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga  pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”, dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya (Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar 60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin jembatan purba ini  (Sri Rama Bridge) dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es di Kutub Utara.
Data terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut. Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru, terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 – 2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara 1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia (Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge) ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika Serikat.
Berbicara di Bali-India Foundation, dalam  konperensi pemanasan global di Nusa Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia. Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu. Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan umat dunia”
NASA (badan antariksa Amerika Serikat) beberapa kali telah mengambil foto jembatan ini melalui pantauan udaranya. Dari gambar yang mereka peroleh terlihat bahwa jembatan ini liku-liku konstruksinya terdiri dari tumpukkan batu karang berbentuk balok ataupun tak beraturan. Namun satu sama lain berdiri kokoh seperti dalam satu ikatan, yang tidak ada tanda-tanda bekas kerusakan selama jutaan tahun.
Sampai sekarang para ahli arkeologi Sri Langka, tidak mengetahui berapa bobot tumpukan-tumpukan konstruksi batu itu. Hubungan antara batu karang yang satu dengan yang lain sulit dibongkar, persis seperti ikatan batuan di pyramid Mesir atau Tembok Cina. Kendati belum diketahui bobot timbangnya, namun ditaksir tidak kurang antara 10 ton s.d. 20 ton setiap baloknya.
Dirjen Archeologis Srilangka, SV. Deraniyagala, mengungkapkan perhatian dunia terhadap Sri Rama Bridge tahun 2009 berkembang lebih serius. Hal ini terlihat setelah pemerintahnya dengan bantuan PBB (UNESCO) memberikan bantuan berupa tenaga ahli dan dana untuk meneliti keberadaan jembatannya lebih mendalam. UNESCO mempertimbangkan penelitian Sri Rama Bridge ini sebagai mahakarya “purba”, yang tiada duanya di dunia dan masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga kini. Bahkan PBB memasukkannya ke dalam kelompok penelitian khusus, yang harus diteliti lebih mendetail sebagai salah satu maha karya dunia yang masih ada.
Sejak awal Januari tahun ini badan PBB (UNESCO) telah mengucurkan dana tidak kurang dari 100 juta dolar Amerika untuk melanjutkan penelitian lebih mendalam karya misterius ini. Pada tahap awal ini, pusat perhatian penelitian tertuju pada aspek-aspek yang lebih luas. Pertama, menelusuri aspek arkeologis, sambil menelusuri berapa tahun usia jembatan batu karang itu. Diduga kuat usianya lebih tua dari pyramid-pyramid Mesir yang dibangun oleh Fir`aun. Kedua, meneliti perkembangan antropologis jutaan tahun silam dan perkembangan kebudayaannya akan mengungkap tabir pengetahuan terhadap masa lalu secara gamblang dan mengungkap lebih jauh seluruh aspek yang secara baku sudah ada pada masanya. Secara lebih luas aspek tersebut, kini menjadi bahan dasar acuan komprehensif, penelitian-penelitian para ahli dari berbagai disiplin ilmu di dunia.
Sekarang dari segi arkeologis, para peneliti mencari tahu siapa sebenarnya arsitek yang membangun jembatan tersebut. Sebab dengan teknologi sekarang, pembangunan itu masih belum terjangkau oleh akal manusia. Tak terbayangkan bagaimana orang-orang dahulu membangun sebuah jembatan yang kokoh sepanjang 18 mil atau 30 km di atas permukaan laut yang cukup ganas ombaknya. Sebagaimana gambaran pembangunannya yang terekam dalam kitab suci umat hindu ribuan tahun lalu. Batuan karang yang rata-rata beratnya antara 10-20 ton itu tersusun rapi dan cukup kokoh hingga terbukti bisa menahan gelombang laut yang ganas selama berabad-abad.
Dalam kitabnya, Walmiki mengungkapkan Sri Rama membutuhkan bantuan jutaan ekor kera untuk mengangkut batu dan mengurug lautan. Bila melihat postur kera seperti sekarang, agak sulit diterima akal bila mahluk itu mampu berkolaborasi dengan manusia yang notabene jumlahnya saat itu masih terbatas. Bantuan pasukan kera itu datang dari Sugriwa, raja kera yang tengah berseteru dengan saudaranya Subali. Setelah ada kesepakatan, Sri Rama membantu merebut tahta Sugriwa dari Subali. Setelah berhasil, bangsa kera membantu Rama membangun jembatan penyebrangan dari Rameswaram (India) ke Sri langka.
Kemudian dari kisah tersebut maka yang menjadi bahan pertanyaan para ahli antropologi Srilangka dan Unicef adalah, benarkah sosok raja Sri Rama yang brilian itu pernah lahir di muka bumi dan membuat sebuah karya yang spektakuler? Kalau pernah ada, dari bangsa mana dan pada masa apa kehadirannya. Karena dalam kitab suci itu diungkapkan, bahwa Rama dibantu jutaan kera membangun jembatan penyebrangan ke Alengka. Dari hasil penelitian lanjutan terungkap, yang pasti Sri Rama bukan dari ras Homo Sapiens (bangsa kera), tapi diduga kuat dari peralihan homo Sapeinsis ke Australiensis. Ras ini memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi, yang mampu membuat sebuah mahakarya dunia yang tahan oleh hempasan waktu, dan gelombang laut yang cukup ganas selama beribu-ribu tahun.
Menurut S.U.Deraniyagala, Direktur Jenderal Arkeologi Srilanka yang juga  pengarang buku “The Early Man and The Rise of Civilization in Srilangka”, dari sejumlah bukti yang ada, baik berupa artefak dan peralatan hidup lainnya, sejak dua juta tahun yang lalu di Srilangka memang telah ada komunitas kehidupan yang aktif. Salah satu buktinya adalah, penemuan kerangka manusia raksasa yang diperkirakan hidup di periode zaman Satya (Satya Yuga). Memiliki postur tubuh jangkung dengan ketinggian sekitar 60 hasta atau setinggi pohon kelapa.
Ia juga mengatakan bahwa peradaban manusia telah muncul di Kaki Gunung Himalaya sekitar 2.000.000 tahun silam, walaupun menurut para sejarawan peradaban paling awal di daratan India adalah peradaban bangsa Ca, hal itu bukan merupakan suatu jaminan bahwa terdapat peradaban yang lebih tua lagi dari mereka sebelumnya. Para sarjana menafsirkan bahwa mungkin jembatan purba ini  (Sri Rama Bridge) dibangun setelah daratan Srilanka terpisah oleh India jutaan tahun silam. Ini bertujuan sebagai mobilitas migrasinya manusia ketimbang menggunakan jalur laut yang ombaknya ganas. Selama ribuan tahun, mereka bermigrasi ke seluruh daratan Asia terus sampai ke Timur jauh, sebelum kemudian jembatan itu ditenggelamkan oleh air laut akibat mencairnya es di Kutub Utara.
Data terakhir hasil penelitian para ahli badan dunia juga mengungkap soal umur dan penggunaan jembatan yang kini berada di bawah laut tersebut. Penggunaan “uji carbon” dalam penelitian tersebut hanya mampu mengungkap usia hingga 5.000 tahun. Namun untuk mengungkap lebih jauh lagi tentang usia dari karya dunia ini, maka para ahli Badan PBB ini menggunakan “Uranium Radio Isotop”. Dan ternyata dari hasil uji radio isotop itu cukup mengagumkan. Para ahli berhasil mengungkap bahwa usia jembatan “Sri Rama Bridge” mendekati usia hingga jutaan tahun.
Menurut DR. Vijaya Laksmi, profesor arkeologi dari Bharataduth University Colombo, bahwa dari hasil uji karbon sebelumnya terungkap usia Sri Rama Bridge ini sekitar 3.500-4.000 tahun. Namun dengan metodologi yang baru, terungkap bahwa usia obyek penelitian ini berkisar antara 1.750.000 – 2.000.000 tahun. Diungkapkan lebih jauh, bahwa berdasarkan cakram waktu Hindu, pembangunan jembatan Sri Rama ini berada pada kisaran waktu masa Sathya yaitu sekitar 1.728.000 tahun. Sementara masa waktu lainnya yaitu masa Tredha 1.296.000 tahun, masa Kali 4.320.000 tahun dan masa Dwapara 8.640.000 tahun yang lalu.
Srilankan Archeology Department juga telah mengeluarkan suatu statment yang menyebutkan bahwa usia Sri Rama Bridge mungkin berkisar diantara 1.000.000 hingga 2.000.000 tahun. Namun apakah jembatan ini benar-benar terbentuk secara alami ataukah merupakan suatu mahakarya manusia sampai sekarang hal itu belum bisa mereka terangkan secara lebih detil.
Entah mana yang benar?? Namun yang jelas salah satu peradaban manusia (Hindu) ternyata masih ada dan benar-benar terbukti sebagai warisan budaya dunia dari masa lampau. Warisan ini juga telah menunjukkan bahwa dimasa lampau manusia pernah memasuki masa keemasan dengan bukti adanya kemajuan ilmu pengetahuan mereka dalam pembuatan jembatan (Sri Rama Bridge) ini. Jagar ini harus selalu kita jaga dan lestarikan, karena Jembatan Sri Rama ini merupakan satu-satunya bukti fisik adanya kisah epos klasik dunia “Ramayana” dan juga menunjukkan kepada kita tentang keberadaan dan kemajuan peradaban meraka di masa lalu.
Namun sayang dengan alasan membuka jalur perdagangan laut, pemerintah India berencana membongkar jembatan ini. Sehingga banyak kalangan umat Hindu tidak setuju dengan rencana pemerintah India itu. “Umat Hindu dunia mesti menyelamatkan jembatan ini, karena ia tak saja merupakan warisan dunia, tapi satu-satunya bukti fisik yang diwariskan Ramayana,” papar Mrs. Kusum Vyas, dari Lembaga Esha Wyasam Houston, Texas, Amerika Serikat.
Berbicara di Bali-India Foundation, dalam  konperensi pemanasan global di Nusa Dua, Bali, Mrs. Kusuma Vyas (ilmuwan kelahiran Kenya, Afrika), menolak keras rencana pemerintah India untuk membuka jalur perdagangan laut di seputar Jembatan Setu Rama. Alasanya, Setu Rama adalah warisan peradaban zaman, situs bernilai tinggi dan satu-satunya dimiliki oleh dunia. Jika rencana itu diteruskan, Kusuma Vyas khawatir, ekosistem biota laut turut juga rusak, laut akan tercemar.
Dia juga mengatakan “Setu Rama adalah lambang peradaban Hindu. Hal ini tidak boleh dihancurkan. Menghancurkan, berarti menghilangkan jejak suatu peradaban yang berakar kuat dalam kepercayaan umat Hindu dunia. Kita tidak mau kehilangan warisan sejarah yang tak ternilai itu. Jembatan sepanjang 30 Km berusia 1,7 juta tahun ini harus diselamatkan umat dunia”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar