Sahabat, Indra ke enam tidak harus selalu terkait dengan dunia gaib. Alam jin,
gendruwo, kuntilanak, dll. Ataupun dunia ramal-meramal, trawangan, dll.
he...he..he.. Nah, itulah salah kaprahnya kita bangsa indonesia,
sukanya cari ketrampilan yang tidak compatible dengan kebutuhannya.
Paling suka kalau disebut orang sakti, tetapi ilmu kesaktiannya tadi
tidak bermanfaat untuk membawanya ke puncak tangga sukses. Ya, karena
paling banter ilmunya tadi hanya menunjang untuk jadi Paranormal, sebuah
profesi yang agaknya cukup banyak diminati oleh masyarakat kita.
he..he..he..
Padahal indra ke enam, the six sense, atau Intuisi tidaklah terbatas pada dunia gaib dan dunia ramal-meramal semata. Namun itu terkait dengan segala bidang kehidupan, setiap manusia mempunyai bakat kepekaan indra ke enam. Dan menurut saya, pengembangan Indra ke enam yang terbaik haruslah dapat membawa manfaat bagi kehidupannya dan terutama dapat menunjang apapun profesi yang di gelutinya.
Apakah intuisi itu?
Bagaimana anda bisa menggunakannya lebih baik?
Intuisi adalah kekuatan yang dengan cepat menyadari bahwa “sesuatu” itu adalah kasusnya. Intuisi adalah kemampuan psikis yang dikenal sebagai firasat, atau kemampuan untuk merasakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hal tersebut dilakukan tanpa intervensi dari berbagai proses yang masuk akal. Tidak ada langkah-langkah induktif atau deduktif yang masuk akal. Tidak ada analisa yang wajar dari situasi tersebut, tidak ada bantuan dari imajinasi. Hanya sekilas dan tiba-tiba muncul. Anda hanya tahu ada yang tidak sesuai.
Definisi “intuisi” yang paling praktis dan akurat bagi saya adalah “ketika saya tahu sesuatu, tanpa mengetahui bagaimana caranya, kok, saya bisa tahu hal tersebut.” Inilah juga yang disebut kecerdasan hati, di mana informasinya tidak hadir sebagai buah pikiran, atau analisa yang komprehensif dan akurat dari segala sudut. Intuisi umumnya hadir dalam bentuk sebuah ‘rasa’ yang sederhana, jernih namun berbisik, sehingga untuk bisa menangkapnya kita perlu lebih terbuka dan peka.
Untuk menjadi intuitif adalah sifat alami manusia, hampir setiap manusia mempunyai kemampuan ini, dan pernah mengalaminya selama hidupnya. Yang membedakan hanya tingkatan dari kemampuan ini. Namun, ilmu pengetahuan masih belum menjelaskan mengapa beberapa individu tampaknya lebih kuat dan lebih tajam intuisinya daripada orang lain. Hal ini karena ada beberapa individu langka yang memiliki kemampuan psikis kuat dari yang lain. Banyak orang berpikir bahwa intuisi adalah hanya soal kebetulan. Namun, ada beberapa individu-individu berbakat yang intuisinya jarang gagal dan selalu menjadi kenyataan - ini jelas bukan lagi soal kebetulan.
Sebenarnya setiap orang memiliki intuisi yang kuat dan berpotensi sama. Seorang bayi dan ibu berkomunikasi dan saling memahami lewat rasa, lewat intuisi. Hanya memang ketika kita menjadi dewasa, lalu dididik untuk lebih mengasah pikiran dan kecerdasan otak serta cenderung mengabaikan perasaan, maka perlahan-lahan kemampuan intuisi ini pun menjadi pudar, tumpul bahkan hampir hilang sama sekali bagi sebagian individu. Bahkan bagi orang-orang yang 100% bertumpu pada kecerdasan otak saja, mendengarkan rasa hati dianggap sebagai sesuatu yang aneh, tidak alami, bahkan bodoh. Menurut orang-orang ini, pilihan dan keputusan yang baik adalah yang diambil berdasarkan proses berpikir dan analisa yang baik.
Mengembangkan Intuisi Anda
Bila Anda ingin untuk hidup yang lebih dibimbing oleh intuisi Anda,
Pertama, ingatlah bahwa semua orang punya intuisi secara alamiah. Ini bukan keterampilan baru yang harus diperoleh, namun keterampilan lama yang terlupakan, dan perlu diasah kembali agar bermanfaat dalam keseharian.
Kedua, untuk melatih kembali intuisi kita, kita perlu membiasakan kembali dengan keheningan, apa pun bentuknya. Dari mulai rileks, berdoa, meditasi, bahkan melamun di toilet pun merupakan bentuk keheningan yang bisa membantu kita untuk memunculkan inspirasi dan intuisi. Tanpa keheningan, intuisi akan tersamar dengan segala arus informasi di sekitar kita, dan kebisingan pikiran kita sendiri.
Ketiga, bila Anda ingin berkonsultasi dengan kata hati Anda, setelah mencapai kondisi yang hening, ajukanlah pertanyaan Anda ke dalam hati. Ini bukanlah sesuatu yang aneh, bahkan sebenarnya sangat wajar dan alamiah.
Keempat, setelah hening dan bertanya, tunggu dan perhatikan. Jawaban atau bimbingan dari hati Anda bisa muncul dalam bentuk rasa, suara, gambar, simbol, mimpi maupun kebetulan-kebetulan yang muncul begitu saja dalam keseharian Anda. Biasanya setiap orang akan memiliki bentuk intuisi yang khas. Ada yang selalu memperoleh intuisi lewat mimpi, atau dalam bentuk rasa hati, maupun rasa di tubuh. Sebagai contoh, sahabat saya selalu memilih restoran yang ingin dikunjungi bilamana perutnya terasa “hangat” ketika mendengar nama restoran itu diucapkan. Sepintas terdengar konyol, tapi saya ingin Anda tahu bahwa kita semua mendengarkan intuisi dengan pola yang berbeda-beda setiap orang.
Kelima, milikilah jurnal intuisi, yang membantu Anda untuk memerhatikan keterkaitan antara kebetulan-kebetulan yang terjadi, isyarat mimpi, rasa di hati dengan kenyataan yang terjadi setiap hari di sekitar Anda. Perlahan-lahan Anda akan mulai memerhatikan bahwa sebenarnya tidak ada yang kebetulan, dan Anda mulai bisa membaca intuisi Anda dengan lebih tepat.
Mempercayai intuisi anda.
Intuisi merupakan suatu kebutuhan, karena tidak semua masalah dapat dijelaskan hanya dengan logika. Misal: Pada saat membaca laporan yang disodorkan oleh anak buah, anda dihinggapi perasaan kurang nyaman, bahwa laporan yang dibuat oleh anak buah anda tidak benar, atau anda mempunyai perasaan bahwa bawahan anda akan berbuat curang.
Langkah apakah yang akan anda lakukan? Tentunya anda harus melakukan penelitian, check dan re check , apa yang ada dibalik laporan tersebut, dan melakukan probing dengan orang-orang yang ada hubungannya dengan laporan tersebut, sampai anda merasa yakin bahwa feeling anda benar atau tidak. Ada memang orang yang intuisi nya sangat kuat, dan sering apa yang dirasakan akan benar-benar terjadi.
Kalau anda sekarang cenderung untuk lebih berhati-hati dan memberikan status yang lebih terhadap intuisi dalam berpikir, anda telah mengambil langkah pertama untuk menggunakan intuisi tersebut dengan lebih baik. Selanjutnya adalah belajar untuk mempercayai kekuatan intuisi anda. Ini tidak berarti selalu, juga tidak berarti kadang-kadang, karena seseorang tidak bisa menyamakan tentang seberapa seringnya. Tetapi anda sebaiknya bersiap untuk memberikan intuisi anda keuntungan dari keraguan, anda harus membangun hubungan yang hangat dan akrab terhadap bagian pikiran anda, yang siap menawarkan pelayanan unik ini.
Bagaimana intuisi tersebut digunakan dalam bidang pekerjaan?
Saya pernah mendapatkan pelatihan, yang antara lain bagaimana agar peserta dapat lebih memperdalam rasa dalam mengartikan intuisinya. Apabila anda bekerja sebagai teller, misalnya, saat ada nasabah yang ingin mencairkan uang di Bank, pertama-tama anda akan melihat apakah tanda tangannya cocok dengan yang ada pada dokumen contoh tanda tangan, kemudian apakah saldo mencukupi. Namun bilamana hati anda merasa was-was, tidak yakin, maka anda harus mengulangi pengecekan tersebut, dan membandingkan kembali dengan dokumen yang ada, serta melakukan klarifikasi melalui telepon terhadap orang yang menandatangani cek tersebut, apakah benar dia telah mengeluarkan cek nomor seri xxxx dengan nilai Rp. y.000,-. Anda harus mengikuti intusisi tersebut, yang sebenarnya merupakan alarm dari hati anda, bahwa ada sesuatu yang kurang wajar.
Mengapa? Bagi seorang pemalsu tanda tangan, setiap goresan, ketajaman atau tebal tipisnya garis pada tanda tangan, akan sama persis dengan yang ada pada contoh tanda tangan. Sedangkan bagi penulis tanda tangan asli, setiap tanda tangan akan berbeda, baik goresannya, tebal tipisnya, dan kadang bentuknya tak sama persis. Anda tak percaya? Silahkan di coba. Dari pelatihan tersebut peserta dapat memahami, bahwa intuisi yang muncul, harus ditindak lanjuti, karena sebetulnya merupakan alarm adanya ketidak beresan.
Emosi dan intuisi
Emosi dan intuisi memiliki sumber yang dekat sekali di kedalaman otak. Mungkin sekali syaraf-syarafnya saling bersilangan. Emosi yang negatif dari ketakutan dan kegelisahan bisa mengekspresikan dan muncul dalam intuisi. Seorang penumpang yang gugup mungkin mempunyai intuisi bahwa penerbangannya ke Paris akan mengalami kecelakaan dan ia pindah pesawat lain. Tingkat keberhasilan dari intuisi kegelisahan ini bisa dikatakan rendah. Emosi yang positif juga bisa menghasilkan intuisi yang diharapkan. Seorang laki-laki dan perempuan yang sedang jatuh cinta bisa memiliki intuisi tentang karakter dari kekasih yang dicintainya, yang berubah menjadi irasional.
Seorang pemikir yang mengandalkan hanya pada intuisi , sebagaimana dilakukan oleh banyak pemikir yang efektif, harus sehat secara fisik dan emosional. Anda hanya diharuskan untuk mempunyai sedikit rasa sakit untuk mengetahui bagaimana influensa itu mempengaruhi emosi anda. Anda mungkin menjadi lebih mudah marah dan tertekan, fokus anda terhadap kepentingan jatuh ke perut, anda merasakan kesakitan, anda mungkin hampir yakin bahwa mungkin anda akan meninggal dunia.
Stres dan kelelahan pikiran atau tubuh bisa menyebabkan malapetakan dalam intuisi para pemikir yang memahami dengan cepat situasi yang sebenarnya. Para pendaki gunung menyadari bahwa keputusan yang diambil dalam kondisi lelah sangat tidak berkualitas. Kalau anda lelah, yang terbaik adalah berpikir secara logis apa yang harus dilakukan, dan tidak mengandalkan intuisi anda.
Area yang mengunakan intuisi untuk pengambilan keputusan, sebagai berikut: Corporate Strategy Planning 79,9%
Padahal indra ke enam, the six sense, atau Intuisi tidaklah terbatas pada dunia gaib dan dunia ramal-meramal semata. Namun itu terkait dengan segala bidang kehidupan, setiap manusia mempunyai bakat kepekaan indra ke enam. Dan menurut saya, pengembangan Indra ke enam yang terbaik haruslah dapat membawa manfaat bagi kehidupannya dan terutama dapat menunjang apapun profesi yang di gelutinya.
Apakah intuisi itu?
Bagaimana anda bisa menggunakannya lebih baik?
Intuisi adalah kekuatan yang dengan cepat menyadari bahwa “sesuatu” itu adalah kasusnya. Intuisi adalah kemampuan psikis yang dikenal sebagai firasat, atau kemampuan untuk merasakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hal tersebut dilakukan tanpa intervensi dari berbagai proses yang masuk akal. Tidak ada langkah-langkah induktif atau deduktif yang masuk akal. Tidak ada analisa yang wajar dari situasi tersebut, tidak ada bantuan dari imajinasi. Hanya sekilas dan tiba-tiba muncul. Anda hanya tahu ada yang tidak sesuai.
Definisi “intuisi” yang paling praktis dan akurat bagi saya adalah “ketika saya tahu sesuatu, tanpa mengetahui bagaimana caranya, kok, saya bisa tahu hal tersebut.” Inilah juga yang disebut kecerdasan hati, di mana informasinya tidak hadir sebagai buah pikiran, atau analisa yang komprehensif dan akurat dari segala sudut. Intuisi umumnya hadir dalam bentuk sebuah ‘rasa’ yang sederhana, jernih namun berbisik, sehingga untuk bisa menangkapnya kita perlu lebih terbuka dan peka.
Untuk menjadi intuitif adalah sifat alami manusia, hampir setiap manusia mempunyai kemampuan ini, dan pernah mengalaminya selama hidupnya. Yang membedakan hanya tingkatan dari kemampuan ini. Namun, ilmu pengetahuan masih belum menjelaskan mengapa beberapa individu tampaknya lebih kuat dan lebih tajam intuisinya daripada orang lain. Hal ini karena ada beberapa individu langka yang memiliki kemampuan psikis kuat dari yang lain. Banyak orang berpikir bahwa intuisi adalah hanya soal kebetulan. Namun, ada beberapa individu-individu berbakat yang intuisinya jarang gagal dan selalu menjadi kenyataan - ini jelas bukan lagi soal kebetulan.
Sebenarnya setiap orang memiliki intuisi yang kuat dan berpotensi sama. Seorang bayi dan ibu berkomunikasi dan saling memahami lewat rasa, lewat intuisi. Hanya memang ketika kita menjadi dewasa, lalu dididik untuk lebih mengasah pikiran dan kecerdasan otak serta cenderung mengabaikan perasaan, maka perlahan-lahan kemampuan intuisi ini pun menjadi pudar, tumpul bahkan hampir hilang sama sekali bagi sebagian individu. Bahkan bagi orang-orang yang 100% bertumpu pada kecerdasan otak saja, mendengarkan rasa hati dianggap sebagai sesuatu yang aneh, tidak alami, bahkan bodoh. Menurut orang-orang ini, pilihan dan keputusan yang baik adalah yang diambil berdasarkan proses berpikir dan analisa yang baik.
Mengembangkan Intuisi Anda
Bila Anda ingin untuk hidup yang lebih dibimbing oleh intuisi Anda,
Pertama, ingatlah bahwa semua orang punya intuisi secara alamiah. Ini bukan keterampilan baru yang harus diperoleh, namun keterampilan lama yang terlupakan, dan perlu diasah kembali agar bermanfaat dalam keseharian.
Kedua, untuk melatih kembali intuisi kita, kita perlu membiasakan kembali dengan keheningan, apa pun bentuknya. Dari mulai rileks, berdoa, meditasi, bahkan melamun di toilet pun merupakan bentuk keheningan yang bisa membantu kita untuk memunculkan inspirasi dan intuisi. Tanpa keheningan, intuisi akan tersamar dengan segala arus informasi di sekitar kita, dan kebisingan pikiran kita sendiri.
Ketiga, bila Anda ingin berkonsultasi dengan kata hati Anda, setelah mencapai kondisi yang hening, ajukanlah pertanyaan Anda ke dalam hati. Ini bukanlah sesuatu yang aneh, bahkan sebenarnya sangat wajar dan alamiah.
Keempat, setelah hening dan bertanya, tunggu dan perhatikan. Jawaban atau bimbingan dari hati Anda bisa muncul dalam bentuk rasa, suara, gambar, simbol, mimpi maupun kebetulan-kebetulan yang muncul begitu saja dalam keseharian Anda. Biasanya setiap orang akan memiliki bentuk intuisi yang khas. Ada yang selalu memperoleh intuisi lewat mimpi, atau dalam bentuk rasa hati, maupun rasa di tubuh. Sebagai contoh, sahabat saya selalu memilih restoran yang ingin dikunjungi bilamana perutnya terasa “hangat” ketika mendengar nama restoran itu diucapkan. Sepintas terdengar konyol, tapi saya ingin Anda tahu bahwa kita semua mendengarkan intuisi dengan pola yang berbeda-beda setiap orang.
Kelima, milikilah jurnal intuisi, yang membantu Anda untuk memerhatikan keterkaitan antara kebetulan-kebetulan yang terjadi, isyarat mimpi, rasa di hati dengan kenyataan yang terjadi setiap hari di sekitar Anda. Perlahan-lahan Anda akan mulai memerhatikan bahwa sebenarnya tidak ada yang kebetulan, dan Anda mulai bisa membaca intuisi Anda dengan lebih tepat.
Mempercayai intuisi anda.
Intuisi merupakan suatu kebutuhan, karena tidak semua masalah dapat dijelaskan hanya dengan logika. Misal: Pada saat membaca laporan yang disodorkan oleh anak buah, anda dihinggapi perasaan kurang nyaman, bahwa laporan yang dibuat oleh anak buah anda tidak benar, atau anda mempunyai perasaan bahwa bawahan anda akan berbuat curang.
Langkah apakah yang akan anda lakukan? Tentunya anda harus melakukan penelitian, check dan re check , apa yang ada dibalik laporan tersebut, dan melakukan probing dengan orang-orang yang ada hubungannya dengan laporan tersebut, sampai anda merasa yakin bahwa feeling anda benar atau tidak. Ada memang orang yang intuisi nya sangat kuat, dan sering apa yang dirasakan akan benar-benar terjadi.
Kalau anda sekarang cenderung untuk lebih berhati-hati dan memberikan status yang lebih terhadap intuisi dalam berpikir, anda telah mengambil langkah pertama untuk menggunakan intuisi tersebut dengan lebih baik. Selanjutnya adalah belajar untuk mempercayai kekuatan intuisi anda. Ini tidak berarti selalu, juga tidak berarti kadang-kadang, karena seseorang tidak bisa menyamakan tentang seberapa seringnya. Tetapi anda sebaiknya bersiap untuk memberikan intuisi anda keuntungan dari keraguan, anda harus membangun hubungan yang hangat dan akrab terhadap bagian pikiran anda, yang siap menawarkan pelayanan unik ini.
Bagaimana intuisi tersebut digunakan dalam bidang pekerjaan?
Saya pernah mendapatkan pelatihan, yang antara lain bagaimana agar peserta dapat lebih memperdalam rasa dalam mengartikan intuisinya. Apabila anda bekerja sebagai teller, misalnya, saat ada nasabah yang ingin mencairkan uang di Bank, pertama-tama anda akan melihat apakah tanda tangannya cocok dengan yang ada pada dokumen contoh tanda tangan, kemudian apakah saldo mencukupi. Namun bilamana hati anda merasa was-was, tidak yakin, maka anda harus mengulangi pengecekan tersebut, dan membandingkan kembali dengan dokumen yang ada, serta melakukan klarifikasi melalui telepon terhadap orang yang menandatangani cek tersebut, apakah benar dia telah mengeluarkan cek nomor seri xxxx dengan nilai Rp. y.000,-. Anda harus mengikuti intusisi tersebut, yang sebenarnya merupakan alarm dari hati anda, bahwa ada sesuatu yang kurang wajar.
Mengapa? Bagi seorang pemalsu tanda tangan, setiap goresan, ketajaman atau tebal tipisnya garis pada tanda tangan, akan sama persis dengan yang ada pada contoh tanda tangan. Sedangkan bagi penulis tanda tangan asli, setiap tanda tangan akan berbeda, baik goresannya, tebal tipisnya, dan kadang bentuknya tak sama persis. Anda tak percaya? Silahkan di coba. Dari pelatihan tersebut peserta dapat memahami, bahwa intuisi yang muncul, harus ditindak lanjuti, karena sebetulnya merupakan alarm adanya ketidak beresan.
Emosi dan intuisi
Emosi dan intuisi memiliki sumber yang dekat sekali di kedalaman otak. Mungkin sekali syaraf-syarafnya saling bersilangan. Emosi yang negatif dari ketakutan dan kegelisahan bisa mengekspresikan dan muncul dalam intuisi. Seorang penumpang yang gugup mungkin mempunyai intuisi bahwa penerbangannya ke Paris akan mengalami kecelakaan dan ia pindah pesawat lain. Tingkat keberhasilan dari intuisi kegelisahan ini bisa dikatakan rendah. Emosi yang positif juga bisa menghasilkan intuisi yang diharapkan. Seorang laki-laki dan perempuan yang sedang jatuh cinta bisa memiliki intuisi tentang karakter dari kekasih yang dicintainya, yang berubah menjadi irasional.
Seorang pemikir yang mengandalkan hanya pada intuisi , sebagaimana dilakukan oleh banyak pemikir yang efektif, harus sehat secara fisik dan emosional. Anda hanya diharuskan untuk mempunyai sedikit rasa sakit untuk mengetahui bagaimana influensa itu mempengaruhi emosi anda. Anda mungkin menjadi lebih mudah marah dan tertekan, fokus anda terhadap kepentingan jatuh ke perut, anda merasakan kesakitan, anda mungkin hampir yakin bahwa mungkin anda akan meninggal dunia.
Stres dan kelelahan pikiran atau tubuh bisa menyebabkan malapetakan dalam intuisi para pemikir yang memahami dengan cepat situasi yang sebenarnya. Para pendaki gunung menyadari bahwa keputusan yang diambil dalam kondisi lelah sangat tidak berkualitas. Kalau anda lelah, yang terbaik adalah berpikir secara logis apa yang harus dilakukan, dan tidak mengandalkan intuisi anda.
Area yang mengunakan intuisi untuk pengambilan keputusan, sebagai berikut: Corporate Strategy Planning 79,9%
Human Resources Development 78,6%
Marketing 76,8%
Research & Development 71,6%
Finance 31,1%
Production & Operation 27,7%
Dari ilustrasi di atas, nampak bahwa untuk aspek yang mudah dikuantifikasi seperti bidang keuangan, produksi dan operasi jarang sekali menggunakan intuisi sebagai landasan membuat keputusan.
Mengambil keputusan berdasar intuisi adalah merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari dari pengalaman, yang diperoleh dari proses berpikir, dengan cara mengolah informasi yang akurat dan relevan.
Intuisi, Informasi dari Dalam Diri
Vicky Schippers, universal healer dari Belanda, dalam seminarnya mengenai intuisi di Jakarta menjelaskan bahwa ada berbagai macam bentuk intuisi, yaitu pengetahuan yang jernih, kata-kata atau kalimat yang berlaku di benak (tanpa suara), penglihatan yang jelas, melihat dengan mata ketiga, dll. Intuisi itu datang dari nurani tertinggi atau diri kita yang terdalam, yaitu ruhani kita.
Namun intuisi ternyata tidak hanya memberikan informasi yang menyangkut keselamatan diri saja, karena menurut Vicky, intuisi memberikan kebenaran pribadi yang absolute tentang apa saja yang kita butuhkan, untuk hidup sepenuhnya secara seimbang, dengan pemahaman dan kebijaksanaan yang baik. Jadi melalui intuisi yang digabung dengan kecerdasan intelektual, kita bisa melakukan apapun tanpa batasan, mulai dari meningkatkan kondisi kesehatan hingga meningkatkan status keuangan. Mengapa bisa begitu?
Menurut Vicky, pada diri manusia terdapat batin sadar (pikiran sadar) ban batin bawah sadar. Jika batin sadar memiliki lima indera, maka batin bawah sadar memiliki indera keenam yang kepekaannya tidak terbatas. Begitu pekanya sehingga batin bawah sadar pun mencatat dan merekam ketika seseorang memikirkan kita.
Batin bawah sadar adalah batin kolektif/semesta yang menghubungkan semua batin individu di seluruh alam semesta. Ini menjelaskan bagaimana orang-orang tertentu mampu membaca pikiran orang lain dan juga bagaimana orang-orang yang peka dapat menangkap isyarat dan informasi tentang macam-macam hal.
Mengenai akurasinya, intuisi sangat tergantung pada perkembangan pribadi dan banyaknya latihan seseorang. Intuisi akan semakin jernih dan tajam ketika kita tumbuh secara spiritual dan melalui aplikasi pengetahuan yang dipelajari langkah demi langkah, sedikit demi sedikit dalam hidup ini.
Intuisi Bisa Dipertajam
Untuk bisa menggunakan ESP atau intuisi secara sengaja, tentu kita perlu mengasahnya lebih dahulu. Intuisi bisa kita buat lebih tajam jika memahami cara kerjanya. Sebenarnya kita menangkap hal-hal yang sifatnya intuisi pada waktu gelombang otak kita memasuki alpha-theta, yaitu gelombang otak yang frekuensinya rendah, sebuah mekanisme yang terjadi pada waktu kita tidur. Dalam keadaan sadar (conscious), otak kita bergetar pada gelombang yang disebut beta. Namun begitu kedua mata tertutup, gelombangg otak kita turun ke alpha, theta dan terus masuk ke Delta di mana kita tertidur pulas tanpa mimpi.
Setelah itu, kita akan kembali memasuki gelombang theta lalu kembali lagi ke fase alpha lalu balik lagi ke fase theta, demikian seterusnya. Jadi misalkan tidur selama 8 jam, biasanya selama 30 sampai 90 menit kita berada di fase delta. Itulah sebabnya orang kalau baru tertidur biasanya sulit dibangunkan. Karena 1 jam pertama tersebut biasanya orang memang memasuki fase tidur lelap. Kemudian selama 30-60 menit selanjutnya kita turun ke theta lalu sisanya di alpha. Pada fase alpha-theta inilah kita memasuki batin bawah sadar dan supra sadar sehingga seringkali menangkap hal-hal yang sifatnya intuitif.
Itulah sebabnya di kalangan masyarakat Jawa, ketika menafsirkan mimpi sering kali melihat dulu jam berapa kira-kira mimpi itu terjadi. Karena mimpi yang dianggap bermakna adalah mimpi yang terjadi pada jam-jam tertentu ketika gelombang otak kita bergetar pada fase alpha-theta.
Namun demikian, kita tidak selalu harus tidur dulu untuk mendapatkan informasi yang sifatnya intuitif atau hal-hal yang sifatnya supra natural. Dengan cara meditasi, kita bisa saja memasuki fase alpha tersebut. Tentunya dengan tahapan yang sama dengan tahap-tahap yang kita lewati ketika tidur. Begitu memasuki fase alpha, maka kita akan bisa menangkap berbagai sinyal dan rambu-rambu yang memang diberikan Tuhan demi kebaikan kita.
Memang kita tidak bisa mengubah segala sesuatu yang sudah ditakdirkan Tuhan, Tapi tak ada salahnya mengusahakan agar segala sesuatu berjalan dengan lebih baik, dengan menggunakan anugerah yang kita miliki sebagai manusia yang memang diciptakan sempurna. Setujukah Anda?
Latihan Untuk Mengasah Intuisi
Sebenarnya sambil melakukan kegiatan sehari-hari, kita bisa sambil berlatih mempertajam intuisi, misalnya yaitu:
- Ketika telepon berdering, sebelum mengangkatnya kita bisa lebih dulu memfokuskan perhatian untuk mencoba menebak siapa yang menelepon.
-
Ketika menerima surat, sebelum membuka sampulnya fokuskan dulu
perhatian kita dan cobalah untuk mengetahui apa kira-kira isinya.
-
Mengambil kartu-kartu berwarna, sambil memejamkan mata lalu menebak
apakah warna yang terpegang sesuai dengan warna yang memang ingin
diambil.
- Melempar koin lalu menebaknya.
Latihan lainnya bisa dilakukan sambil duduk dalam kondisi rileks di tempat yang cukup sepi. Niatkan bahwa kita ingin mendapatkan petunjuk dari Tuhan mengenai perjalanan yang akan kita lakukan, kondisi kesehatan, keuangan, urusan bisnis, atau apa saja yang menjadi masalah kita saat itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada keluar masuknya napas dari lubang hidung, sehingga kita semakin rileks dan memasuki suasana yang hening. Begitu memasuki kondisi alpha, cobalah mulai menangkap sinyal-sinyal yang muncul.
Sinyal yang muncul sangat tergantung pada kepekaan masing-masing orang. Mereka yang penglihatannya peka (clair voyance) akan menangkap sinyal itu dalam bentuk gambaran visual, mereka yang pendengarannya peka (clair audience) akan menangkapnya dalam bentuk suara atau bisikan. Sementara orang peka perasaannya (clair sentience) akan mengangkap sinyal itu dengan perasaannya. Atau, tiba-tiba muncul begitu saja sebuah pengertian atau kesimpulan baru yang kita yakini sebagai sesuatu yang benar meski kita tidak tahu alasannya secara jelas.
Latihan-latihan itu perlu dilakukan setiap hari sehingga semakin lama kita menjadi semakin peka. Jika sudah sampai pada tahap mahir, dengan mudah dan cepat kita akan bisa “mengetahui” sesuatu yang akan terjadi. Dengan begitu kita bisa berupaya menghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan.
“The Marketing Sixth Sense”
Di pertengahan era 1990-an, ada sebuah eksperimen menarik yang dilakukan oleh kwartet neuroscientist Giacomo Rizzolatti, Vittorio Gallese, Luciano Fadiga, dan Leonardo Fogassi.
Para scientist asal Italia ini menemukan bahwa di dalam otak manusia terdapat sebuah area unik yang mereka namakan Mirror Neuron. Dinamakan seperti itu karena bagian ini memungkinkan kita untuk mereplikasi perilaku orang lain yang kita lihat, seolah-olah kita sendiri yang melakukannya.
Kemampuan tersebut menjadikan mirror neuron memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Misalnya saja saat kita menyaksikan seseorang berlatih menggiring bola di tanah lapang, saat itu pula sebenarnya mirror neuron sedang membantu kita untuk belajar menggiring bola sendiri. Di level bawah sadar, mirror neuron memungkinkan kita untuk belajar hanya dengan melihat (learning just by watching).
Namun mirror neuron masih menyimpan satu rahasia lagi yang tidak kalah dahsyat: kemampuan untuk menggali tacit information tentang orang lain. Neuron ini tidak hanya membantu proses belajar kita, namun juga membantu kita menyelami kehidupan orang lain.
Kita pun menjadi lebih mudah memahami apa yang dirasakan orang lain : kebahagiaan saat mereka bahagia dan kesedihan saat mereka berduka, termasuk memahami kegelisahan dan keinginan mereka yang paling dalam (anxiety and desire).
Bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh seorang marketer jika ”indera keenam” tersebut dimilikinya!
Namun neuron mirror memiliki satu keterbatasan. Area emas di dalam otak kita ini membutuhkan interaksi langsung dengan obyek agar optimal potensi mirroring yang dimilikinya. Artinya, sebagai marketer kita harus bertemu langsung dengan pelanggan untuk bisa memahami anxiety serta desire yang dimilikinya. Atau jika memungkinkan, melakukan apa yang pelanggan lakukan.
Penelitian dari para neuroscientist ini mengajarkan kepada kita, bahwa menjadi marketer handal tak cukup hanya bertumpu pada kemampuan analisa yang mumpuni dari belakang meja. Bertemu langsung dengan pelanggan atau pun menjalani langsung kehidupan mereka adalah sebuah pra syarat agar kita bisa memahami context yang ada di balik semua data pemasaran.
Berikut ini dua formula umum untuk membantu perusahaan mempertajam ”indera keenam” para marketernya, sebagaimana dibahas pada acara dinner seminar Marketeers bulan Februari lalu.
Formula 1: Bring the outside world into the office!
Dev Patnaik dalam buku terbarunya, Wired to Care, menyatakan bahwa cara tercepat untuk mendapatkan karyawan yang benar-benar memahami pelanggan adalah dengan merekrut pelanggan itu sendiri.
Inilah yang ditempuh oleh Prudential untuk menggaet sebanyak mungkin pelanggan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak freelance agent Prudential dulunya adalah pelanggan. Bahkan ada tahapan di mana freelance agent ini bisa menjadi karyawan tetap di Prudential.
Tentu tak semua perusahaan bisa melakukan hal di atas.
Cara lain adalah dengan mendatangkan pelanggan untuk bertemu langsung dengan orang-orang di dalam perusahaan kita, terutama dengan karyawan yang selama ini lebih banyak melakukan aktifitas di belakang meja.
Berikan kesempatan agar karyawan Anda mendengarkan langsung curahan hati mereka. Dengan cara ini mereka akan bisa memiliki sensitifitas lebih tinggi terhadap permasalahan pelanggan. Medianya bisa didesain dalam bentuk sebuah training formal, ataupun melalui forum obrolan yang sifatnya lebih informal.
Terkait pentingnya marketing sense bagi karyawan back office, kita barangkali perlu mendengarkan pengalaman salah seorang kolega saya yang sekarang menjabat sebagai Managing Director di sebuah perusahaan B2B nasional.
Saat melakukan sharing tentang praktik account management, beliau mengungkapkan sebuah nasehat yang saya ingat sampai sekarang; ”Sell your company to your customers and sell your customer to your company”.
Bagian pertama kalimatnya mudah dipahami. Dalam industri B2B, tentu yang dijual oleh seorang account manager bukan sekedar produk atau jasa, tetapi semua kompetensi dan reputasi yang melekat pada perusahaan.
Lalu apa makna frase ”sell your customer to your company”?
Ternyata ini adalah tentang taktik account manager untuk mendapatkan dukungan penuh dari tim back office perusahaan (customer service, product specialist, dan sebagainya). Agar support dari tim back office tak asal-asalan, maka account manager harus memfasilitasi agar mereka memiliki kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan pelanggan.
Inilah sebuah momen yang akan menjadikan mereka bisa merasakan apa yang dirasakan pelanggan, sehingga empati bisa menjadi spirit saat melakukan pekerjaan. Akan beda halnya, jika mereka bekerja untuk pelanggan yang sosok dan permasalahanya hanya mereka pahami melalui account manager dalam bentuk penjelasan lisan maupun tulisan.
Formula 2 : Encourage employees to get out into the real world!
Ada beberapa contoh kasus menarik yang dibahas oleh Dev Patnaik terkait formula yang kedua ini.
Jika Anda adalah karyawan baru di Netflix, perusahaan jasa penyewaan video asal Amerika, maka Anda berhak mendapatkan free subscription untuk menikmati layanan dari perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Tidak punya DVD player di rumah? Jangan khawatir, perusahaan akan membelikannya untuk Anda!
Dengan cara ini, Netflix ingin agar semua karyawannya, baik yang di front office maupun back office, mampu merasakan apa yang dirasakan pelanggan. Benar-benar merasakannya sendiri, tidak sekedar membayangkan.
Beda lagi yang dilakukan oleh Smith & Hawken. Perusahaan gardening tools ini memiliki sebuah kebun yang luas di kantor pusatnya. Semua karyawan secara bergilir diwajibkan untuk meluangkan waktunya berkebun di sana.
Inilah cara Smith & Hawken untuk menjadikan karyawan memahami bagaimana sebenarnya para pekebun melihat dunianya.
Kesimpulannya, siapa pun kita, untuk memiliki ”indera keenam” yang mampu menerawang anxiety serta desire pelanggan, salah satu syaratnya adalah melalui “tirakat” di dunia mereka.
Sumber Stres: Mengambil Keputusan dengan Kepala
Ketika kita berusaha menerka-nerka apa yang sebaiknya kita pilih dan putuskan, biasanya proses berpikir yang terjadi melibatkan daftar keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan. Namun kalau kita teliti, sebenarnya proses pengambilan keputusan seperti ini sangat tidak akurat.
Latihan lainnya bisa dilakukan sambil duduk dalam kondisi rileks di tempat yang cukup sepi. Niatkan bahwa kita ingin mendapatkan petunjuk dari Tuhan mengenai perjalanan yang akan kita lakukan, kondisi kesehatan, keuangan, urusan bisnis, atau apa saja yang menjadi masalah kita saat itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada keluar masuknya napas dari lubang hidung, sehingga kita semakin rileks dan memasuki suasana yang hening. Begitu memasuki kondisi alpha, cobalah mulai menangkap sinyal-sinyal yang muncul.
Sinyal yang muncul sangat tergantung pada kepekaan masing-masing orang. Mereka yang penglihatannya peka (clair voyance) akan menangkap sinyal itu dalam bentuk gambaran visual, mereka yang pendengarannya peka (clair audience) akan menangkapnya dalam bentuk suara atau bisikan. Sementara orang peka perasaannya (clair sentience) akan mengangkap sinyal itu dengan perasaannya. Atau, tiba-tiba muncul begitu saja sebuah pengertian atau kesimpulan baru yang kita yakini sebagai sesuatu yang benar meski kita tidak tahu alasannya secara jelas.
Latihan-latihan itu perlu dilakukan setiap hari sehingga semakin lama kita menjadi semakin peka. Jika sudah sampai pada tahap mahir, dengan mudah dan cepat kita akan bisa “mengetahui” sesuatu yang akan terjadi. Dengan begitu kita bisa berupaya menghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan.
“The Marketing Sixth Sense”
Di pertengahan era 1990-an, ada sebuah eksperimen menarik yang dilakukan oleh kwartet neuroscientist Giacomo Rizzolatti, Vittorio Gallese, Luciano Fadiga, dan Leonardo Fogassi.
Para scientist asal Italia ini menemukan bahwa di dalam otak manusia terdapat sebuah area unik yang mereka namakan Mirror Neuron. Dinamakan seperti itu karena bagian ini memungkinkan kita untuk mereplikasi perilaku orang lain yang kita lihat, seolah-olah kita sendiri yang melakukannya.
Kemampuan tersebut menjadikan mirror neuron memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Misalnya saja saat kita menyaksikan seseorang berlatih menggiring bola di tanah lapang, saat itu pula sebenarnya mirror neuron sedang membantu kita untuk belajar menggiring bola sendiri. Di level bawah sadar, mirror neuron memungkinkan kita untuk belajar hanya dengan melihat (learning just by watching).
Namun mirror neuron masih menyimpan satu rahasia lagi yang tidak kalah dahsyat: kemampuan untuk menggali tacit information tentang orang lain. Neuron ini tidak hanya membantu proses belajar kita, namun juga membantu kita menyelami kehidupan orang lain.
Kita pun menjadi lebih mudah memahami apa yang dirasakan orang lain : kebahagiaan saat mereka bahagia dan kesedihan saat mereka berduka, termasuk memahami kegelisahan dan keinginan mereka yang paling dalam (anxiety and desire).
Bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh seorang marketer jika ”indera keenam” tersebut dimilikinya!
Namun neuron mirror memiliki satu keterbatasan. Area emas di dalam otak kita ini membutuhkan interaksi langsung dengan obyek agar optimal potensi mirroring yang dimilikinya. Artinya, sebagai marketer kita harus bertemu langsung dengan pelanggan untuk bisa memahami anxiety serta desire yang dimilikinya. Atau jika memungkinkan, melakukan apa yang pelanggan lakukan.
Penelitian dari para neuroscientist ini mengajarkan kepada kita, bahwa menjadi marketer handal tak cukup hanya bertumpu pada kemampuan analisa yang mumpuni dari belakang meja. Bertemu langsung dengan pelanggan atau pun menjalani langsung kehidupan mereka adalah sebuah pra syarat agar kita bisa memahami context yang ada di balik semua data pemasaran.
Berikut ini dua formula umum untuk membantu perusahaan mempertajam ”indera keenam” para marketernya, sebagaimana dibahas pada acara dinner seminar Marketeers bulan Februari lalu.
Formula 1: Bring the outside world into the office!
Dev Patnaik dalam buku terbarunya, Wired to Care, menyatakan bahwa cara tercepat untuk mendapatkan karyawan yang benar-benar memahami pelanggan adalah dengan merekrut pelanggan itu sendiri.
Inilah yang ditempuh oleh Prudential untuk menggaet sebanyak mungkin pelanggan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak freelance agent Prudential dulunya adalah pelanggan. Bahkan ada tahapan di mana freelance agent ini bisa menjadi karyawan tetap di Prudential.
Tentu tak semua perusahaan bisa melakukan hal di atas.
Cara lain adalah dengan mendatangkan pelanggan untuk bertemu langsung dengan orang-orang di dalam perusahaan kita, terutama dengan karyawan yang selama ini lebih banyak melakukan aktifitas di belakang meja.
Berikan kesempatan agar karyawan Anda mendengarkan langsung curahan hati mereka. Dengan cara ini mereka akan bisa memiliki sensitifitas lebih tinggi terhadap permasalahan pelanggan. Medianya bisa didesain dalam bentuk sebuah training formal, ataupun melalui forum obrolan yang sifatnya lebih informal.
Terkait pentingnya marketing sense bagi karyawan back office, kita barangkali perlu mendengarkan pengalaman salah seorang kolega saya yang sekarang menjabat sebagai Managing Director di sebuah perusahaan B2B nasional.
Saat melakukan sharing tentang praktik account management, beliau mengungkapkan sebuah nasehat yang saya ingat sampai sekarang; ”Sell your company to your customers and sell your customer to your company”.
Bagian pertama kalimatnya mudah dipahami. Dalam industri B2B, tentu yang dijual oleh seorang account manager bukan sekedar produk atau jasa, tetapi semua kompetensi dan reputasi yang melekat pada perusahaan.
Lalu apa makna frase ”sell your customer to your company”?
Ternyata ini adalah tentang taktik account manager untuk mendapatkan dukungan penuh dari tim back office perusahaan (customer service, product specialist, dan sebagainya). Agar support dari tim back office tak asal-asalan, maka account manager harus memfasilitasi agar mereka memiliki kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan pelanggan.
Inilah sebuah momen yang akan menjadikan mereka bisa merasakan apa yang dirasakan pelanggan, sehingga empati bisa menjadi spirit saat melakukan pekerjaan. Akan beda halnya, jika mereka bekerja untuk pelanggan yang sosok dan permasalahanya hanya mereka pahami melalui account manager dalam bentuk penjelasan lisan maupun tulisan.
Formula 2 : Encourage employees to get out into the real world!
Ada beberapa contoh kasus menarik yang dibahas oleh Dev Patnaik terkait formula yang kedua ini.
Jika Anda adalah karyawan baru di Netflix, perusahaan jasa penyewaan video asal Amerika, maka Anda berhak mendapatkan free subscription untuk menikmati layanan dari perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Tidak punya DVD player di rumah? Jangan khawatir, perusahaan akan membelikannya untuk Anda!
Dengan cara ini, Netflix ingin agar semua karyawannya, baik yang di front office maupun back office, mampu merasakan apa yang dirasakan pelanggan. Benar-benar merasakannya sendiri, tidak sekedar membayangkan.
Beda lagi yang dilakukan oleh Smith & Hawken. Perusahaan gardening tools ini memiliki sebuah kebun yang luas di kantor pusatnya. Semua karyawan secara bergilir diwajibkan untuk meluangkan waktunya berkebun di sana.
Inilah cara Smith & Hawken untuk menjadikan karyawan memahami bagaimana sebenarnya para pekebun melihat dunianya.
Kesimpulannya, siapa pun kita, untuk memiliki ”indera keenam” yang mampu menerawang anxiety serta desire pelanggan, salah satu syaratnya adalah melalui “tirakat” di dunia mereka.
Sumber Stres: Mengambil Keputusan dengan Kepala
Ketika kita berusaha menerka-nerka apa yang sebaiknya kita pilih dan putuskan, biasanya proses berpikir yang terjadi melibatkan daftar keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan. Namun kalau kita teliti, sebenarnya proses pengambilan keputusan seperti ini sangat tidak akurat.
Pertama,
kita tidak pernah punya data dan fakta yang lengkap tentang semua sudut
permasalahan. Barangkali dari 40 faktor, kita hanya tahu 5-8 faktor
saja.
Kedua,
kita harus mengasumsikan reaksi dan hasil dari pilihan tersebut
berdasarkan dugaan dan tebakan kita sendiri, yang belum pasti akan
terjadi demikian.
Sebenarnya intuisi merupakan bentuk kecerdasan yang lebih tinggi daripada otak, karena meskipun kita tidak bisa mengetahui semua faktor yang terlibat dalam permasalahan apapun, gelombang rasa yang muncul dari hati sebenarnya sudah mencakup seluruh faktor meski tidak kita sadari. Akibat kita terlalu memaksakan untuk menggunakan “kepala” dan jarang bertanya kepada “hati” dalam segala situasi, maka timbullah berbagai fenomena stres di zaman modern.
Memutuskan Pada Saatnya, Bukan Rekaan Antisipasi
Baru-baru ini saya mengikuti pelajaran bersama seorang guru dari Jepang bernama Dharma. Selama hampir dua puluh tahun terakhir, dia menjadi seorang terapis. Pengalaman dan kompetensinya hampir tidak bisa saya ragukan, dan sepanjang tahun dia melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Bagi para terapis, seperti saya, ini merupakan kesempatan emas untuk memperdalam ilmu dan meningkatkan keterampilan kami dalam membantu berbagai klien yang datang dengan seribu satu permasalahan.
Selama hampir dua puluh hari di Jakarta, ada satu hal yang sangat menggelitik bagi saya. Di dalam kelas, para peserta yang kebanyakan juga terapis menghujani Dharma dengan puluhan pertanyaan, yang berkaitan dengan berbagai kasus. Ada yang bertanya “Bagaimana caranya mengatasi klien yang tertimpa musibah keuangan?”, atau “Bagaimana kita bisa menolong orang yang putus harapan?”, atau “Bagaimana caranya memberikan saran pada orang putus cinta?”. Yang sangat menarik, hampir di setiap kesempatan, guru tersebut selalu mengatakan: “Saya tidak tahu jawabannya. Seandainya saya benar-benar ada di hadapan klien tersebut, barulah saya bisa merasakan, mendengarkan hati saya, dan melakukan apa yang terasa paling tepat.”
Bagi saya, inilah esensinya intuisi, atau terkadang diistilahkan dengan ‘kata hati’. Kita tidak menghabiskan waktu untuk berteori, menjadi sok pintar dengan segala skenario dan hipotesa yang mungkin terjadi tapi belum tentu terjadi. Ketika intuisi sudah menjadi panduan yang kita percaya, maka apapun yang perlu kita pilih dan kita putuskan, benar-benar dirasakan sepenuhnya pada momen tersebut ketika sedang terjadi secara nyata. Bukan diantisipasi sebelumnya.
Jalan Menuju Ikhlas & Pelajaran Hidup
Apakah mendengarkan intuisi selalu merupakan pilihan dan keputusan yang paling benar dan bijaksana? Menjawab pertanyaan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita tidak pernah tahu dari berbagai pilihan dan skenario yang kita reka-reka sendiri, yang mana yang paling tepat.
Bagi yang mengharapkan kepastian ketika mengikuti kata hati, tidak jarang kekecewaan bisa muncul di kemudian hari, karena hidup ini memang tidak pernah pasti. Namun bagi saya, ketika berbagai pilihan sudah tersedia di depan mata, memilih berdasarkan intuisi bisa memberikan kesiapan hati yang maksimal untuk mampu menerima dengan ikhlas apapun konsekuensi yang hadir kemudian. Jadi, meskipun tidak pasti mendapatkan hasil yang aman dan paling baik, kita lebih siap menghadapi ketidakpastian hasil tersebut.
Mitos lain yang juga terkait dengan intuisi adalah, kalau kita selalu mendengarkan intuisi maka hidup kita akan aman, selamat dan bebas masalah. Padahal kalau kita jeli melihat hidup, setiap tantangan dan masalah merupakan momentum pertumbuhan yang penting dan perlu dilalui setiap orang. Banyak yang mengistilahkan bahwa hidup ini seperti bersekolah. Kalau memang benar demikian, mendengarkan kata hati bukan membuat kita bebas masalah, tapi justru mengantarkan kita untuk menemui serangkaian tantangan dan masalah yang “perlu dan penting” untuk dijadikan pelajaran jiwa. Kita perlu belajar untuk tidak menolak dan menghindari masalah, dan memahaminya sebagai bagian yang esensial dalam hidup ini.
Berani Mengikuti Intuisi
Dalam pertemuan saya dengan banyak orang, seringkali muncul ungkapan seperti ini: “Sebenarnya saya sudah bisa merasakan apa yang perlu saya lakukan, dan agaknya inilah bimbingan hati saya, tapi saya tidak berani melangkah dan mengikutinya.” Ini bukanlah problem yang sulit, dan berikut ada beberapa saran yang bisa Anda jalani untuk mengatasinya.
Pertama, mulailah melatih intuisi dari hal-hal atau pilihan-pilihan yang kecil dulu. Seperti memilih menu makanan, mencari lokasi parkir kendaraan yang ideal, memilih warna pakaian, dsb. Sama seperti otot tubuh, otot intuisi Anda pun perlu diperkuat secara bertahap. Lambat laun, otot intuisi Anda semakin kuat, jernih dan lebih bisa diandalkan.
Kedua, mulai perhatikan bagaimana bedanya antara intuisi dengan suara imajinasi dan pikiran Anda sendiri. Salah satu patokan saya pribadi adalah biasanya intuisi tidak diikuti dengan nafsu atau keyakinan yang kuat. Justru begitu kita merasa sangat yakin dan ingin terbukti benar, malah seringkali itu bukanlah intuisi. Dengan rajin mencermati, Anda mulai bisa membedakan intuisi dengan kebisingan pikiran Anda sendiri.
Ketiga, coba renungkan dan ingat kembali beberapa peristiwa di masa lalu, di mana Anda pernah mendengar tapi tidak mengikuti intuisi Anda, lalu ingat hasilnya. Ingat juga berbagai momen di mana Anda pernah mendengar dan juga mendengarkan intuisi Anda, dan ingat bagaimana hasilnya. Secara bertahap, Anda pun akan membangun kembali rasa percaya terhadap suara hati nurani Anda sendiri.
Terakhir, ingat bahwa kita telah dibiasakan untuk lebih mendengarkan kata orang lain (orang tua, keluarga, sekolah, guru, teman, dll), ketimbang mendengarkan panduan kata hati kita sendiri. Kita perlu ingat bahwa kitalah yang paling tahu tentang hidup kita sendiri, dan kita jugalah yang paling bertanggung jawab atas diri kita. Tidak ada salahnya berkonsultasi dengan orang lain, tapi jangan abaikan intuisi Anda ketika sudah tiba saatnya memutuskan.
Intuisi Mendekatkan Kita pada Sang Pencipta
Sebagian orang, termasuk saya sendiri, meyakini bahwa intuisi adalah bimbingan Sang Pencipta yang diberikan melalui hati nurani kita, terlepas dari keyakinan agama apa pun yang kita peluk. Dengan melatih kembali kepekaan intuisi, Anda pun lebih terbuka untuk merasakan kehadiran Ilahi dalam hidup, serta lebih peka untuk mendengarkan jawaban dari berbagai doa Anda.
Tentu Anda pernah mendengar ungkapan “Manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang menentukan hasilnya”. Untuk bisa menjalankan ini, kita perlu menjalani hidup dengan semangat dan upaya yang baik. Namun untuk bisa menerima bahwa hasil akhirnya tidak sepenuhnya tergantung kita belaka, dibutuhkan kepasrahan total. Tanpa mengikuti intuisi, sulit sekali melatih kepasrahan dan keikhlasan yang sebenarnya merupakan kunci untuk hidup ringan dan selaras.
Akhir kata, selamat mengasah kembali hati nurani Anda. Mulailah dengan keheningan, untuk tiba di kebeningan, hingga Anda mampu mengikuti bimbingan yang Anda butuhkan.
Sebenarnya intuisi merupakan bentuk kecerdasan yang lebih tinggi daripada otak, karena meskipun kita tidak bisa mengetahui semua faktor yang terlibat dalam permasalahan apapun, gelombang rasa yang muncul dari hati sebenarnya sudah mencakup seluruh faktor meski tidak kita sadari. Akibat kita terlalu memaksakan untuk menggunakan “kepala” dan jarang bertanya kepada “hati” dalam segala situasi, maka timbullah berbagai fenomena stres di zaman modern.
Memutuskan Pada Saatnya, Bukan Rekaan Antisipasi
Baru-baru ini saya mengikuti pelajaran bersama seorang guru dari Jepang bernama Dharma. Selama hampir dua puluh tahun terakhir, dia menjadi seorang terapis. Pengalaman dan kompetensinya hampir tidak bisa saya ragukan, dan sepanjang tahun dia melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Bagi para terapis, seperti saya, ini merupakan kesempatan emas untuk memperdalam ilmu dan meningkatkan keterampilan kami dalam membantu berbagai klien yang datang dengan seribu satu permasalahan.
Selama hampir dua puluh hari di Jakarta, ada satu hal yang sangat menggelitik bagi saya. Di dalam kelas, para peserta yang kebanyakan juga terapis menghujani Dharma dengan puluhan pertanyaan, yang berkaitan dengan berbagai kasus. Ada yang bertanya “Bagaimana caranya mengatasi klien yang tertimpa musibah keuangan?”, atau “Bagaimana kita bisa menolong orang yang putus harapan?”, atau “Bagaimana caranya memberikan saran pada orang putus cinta?”. Yang sangat menarik, hampir di setiap kesempatan, guru tersebut selalu mengatakan: “Saya tidak tahu jawabannya. Seandainya saya benar-benar ada di hadapan klien tersebut, barulah saya bisa merasakan, mendengarkan hati saya, dan melakukan apa yang terasa paling tepat.”
Bagi saya, inilah esensinya intuisi, atau terkadang diistilahkan dengan ‘kata hati’. Kita tidak menghabiskan waktu untuk berteori, menjadi sok pintar dengan segala skenario dan hipotesa yang mungkin terjadi tapi belum tentu terjadi. Ketika intuisi sudah menjadi panduan yang kita percaya, maka apapun yang perlu kita pilih dan kita putuskan, benar-benar dirasakan sepenuhnya pada momen tersebut ketika sedang terjadi secara nyata. Bukan diantisipasi sebelumnya.
Jalan Menuju Ikhlas & Pelajaran Hidup
Apakah mendengarkan intuisi selalu merupakan pilihan dan keputusan yang paling benar dan bijaksana? Menjawab pertanyaan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita tidak pernah tahu dari berbagai pilihan dan skenario yang kita reka-reka sendiri, yang mana yang paling tepat.
Bagi yang mengharapkan kepastian ketika mengikuti kata hati, tidak jarang kekecewaan bisa muncul di kemudian hari, karena hidup ini memang tidak pernah pasti. Namun bagi saya, ketika berbagai pilihan sudah tersedia di depan mata, memilih berdasarkan intuisi bisa memberikan kesiapan hati yang maksimal untuk mampu menerima dengan ikhlas apapun konsekuensi yang hadir kemudian. Jadi, meskipun tidak pasti mendapatkan hasil yang aman dan paling baik, kita lebih siap menghadapi ketidakpastian hasil tersebut.
Mitos lain yang juga terkait dengan intuisi adalah, kalau kita selalu mendengarkan intuisi maka hidup kita akan aman, selamat dan bebas masalah. Padahal kalau kita jeli melihat hidup, setiap tantangan dan masalah merupakan momentum pertumbuhan yang penting dan perlu dilalui setiap orang. Banyak yang mengistilahkan bahwa hidup ini seperti bersekolah. Kalau memang benar demikian, mendengarkan kata hati bukan membuat kita bebas masalah, tapi justru mengantarkan kita untuk menemui serangkaian tantangan dan masalah yang “perlu dan penting” untuk dijadikan pelajaran jiwa. Kita perlu belajar untuk tidak menolak dan menghindari masalah, dan memahaminya sebagai bagian yang esensial dalam hidup ini.
Berani Mengikuti Intuisi
Dalam pertemuan saya dengan banyak orang, seringkali muncul ungkapan seperti ini: “Sebenarnya saya sudah bisa merasakan apa yang perlu saya lakukan, dan agaknya inilah bimbingan hati saya, tapi saya tidak berani melangkah dan mengikutinya.” Ini bukanlah problem yang sulit, dan berikut ada beberapa saran yang bisa Anda jalani untuk mengatasinya.
Pertama, mulailah melatih intuisi dari hal-hal atau pilihan-pilihan yang kecil dulu. Seperti memilih menu makanan, mencari lokasi parkir kendaraan yang ideal, memilih warna pakaian, dsb. Sama seperti otot tubuh, otot intuisi Anda pun perlu diperkuat secara bertahap. Lambat laun, otot intuisi Anda semakin kuat, jernih dan lebih bisa diandalkan.
Kedua, mulai perhatikan bagaimana bedanya antara intuisi dengan suara imajinasi dan pikiran Anda sendiri. Salah satu patokan saya pribadi adalah biasanya intuisi tidak diikuti dengan nafsu atau keyakinan yang kuat. Justru begitu kita merasa sangat yakin dan ingin terbukti benar, malah seringkali itu bukanlah intuisi. Dengan rajin mencermati, Anda mulai bisa membedakan intuisi dengan kebisingan pikiran Anda sendiri.
Ketiga, coba renungkan dan ingat kembali beberapa peristiwa di masa lalu, di mana Anda pernah mendengar tapi tidak mengikuti intuisi Anda, lalu ingat hasilnya. Ingat juga berbagai momen di mana Anda pernah mendengar dan juga mendengarkan intuisi Anda, dan ingat bagaimana hasilnya. Secara bertahap, Anda pun akan membangun kembali rasa percaya terhadap suara hati nurani Anda sendiri.
Terakhir, ingat bahwa kita telah dibiasakan untuk lebih mendengarkan kata orang lain (orang tua, keluarga, sekolah, guru, teman, dll), ketimbang mendengarkan panduan kata hati kita sendiri. Kita perlu ingat bahwa kitalah yang paling tahu tentang hidup kita sendiri, dan kita jugalah yang paling bertanggung jawab atas diri kita. Tidak ada salahnya berkonsultasi dengan orang lain, tapi jangan abaikan intuisi Anda ketika sudah tiba saatnya memutuskan.
Intuisi Mendekatkan Kita pada Sang Pencipta
Sebagian orang, termasuk saya sendiri, meyakini bahwa intuisi adalah bimbingan Sang Pencipta yang diberikan melalui hati nurani kita, terlepas dari keyakinan agama apa pun yang kita peluk. Dengan melatih kembali kepekaan intuisi, Anda pun lebih terbuka untuk merasakan kehadiran Ilahi dalam hidup, serta lebih peka untuk mendengarkan jawaban dari berbagai doa Anda.
Tentu Anda pernah mendengar ungkapan “Manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang menentukan hasilnya”. Untuk bisa menjalankan ini, kita perlu menjalani hidup dengan semangat dan upaya yang baik. Namun untuk bisa menerima bahwa hasil akhirnya tidak sepenuhnya tergantung kita belaka, dibutuhkan kepasrahan total. Tanpa mengikuti intuisi, sulit sekali melatih kepasrahan dan keikhlasan yang sebenarnya merupakan kunci untuk hidup ringan dan selaras.
Akhir kata, selamat mengasah kembali hati nurani Anda. Mulailah dengan keheningan, untuk tiba di kebeningan, hingga Anda mampu mengikuti bimbingan yang Anda butuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar